- Asal-Usul Desa Wates
Tidak
banyak yang tau, latar belakang desa yang berada di ujung timur kota Mojokerto
ini. Wilayah desa ini berdekatan dengan sungai brantas, desa yang berposisi
sebagai perbatasan antara kabupaten dan kota. Desa ini bernama desa Wates. Untuk
asal usul sendiri, saya sebagai penulis awalnya juga sangat kesulitan mencari
informasi karena narasumber yang mengetahui bagaimana awal mula dan latar
belakang aslinya juga sebagian besar telah wafat. Menurut keterangan dari salah
satu narasumber yaitu Bapak Sulkan (Tokoh Seniman Ludruk Mojokerto). Latar belakang
nama desa wates sesungguhnya memiliki latar belakang yang berfilosofi.
Pada jaman
dahulu, diceritakan ada seorang pemuda yang terkenal tidak baik, dia tidak
memiliki tempat tinggal, dia adalah seorang pengembara, pemuda tersebut
terkenal dengan sifat yang sangat buruk yaitu perusak, pencuri dan sebagainya.
Ia bernama Jatimurka, selama hidupnya jatimurka hanya dipenuhi dengat niatan
yang tidak baik, ia selalu mencuri karena ia sendiri tidak memiliki pekerjaan
dan penghasilan. Dimana jaman dahulu masih jarang adanya penduduk dan masih hutan
belantara, niatan untuk mencuri adalah hal yang mudah. Awal mula jatimurka tiba
disebuah desa di sebelah selatan, sosok jatimurka ini sudah merencanakan dari
awal untuk mencuri di desa tersebut, namun setelah berupaya dan sampai di
sebuah desa itu ia merasa kelelahan dan beristirahat terlebih dahulu di sebuah
perbatasan sungai, jaman dahulu menyebutnya sebagai tretek. Beberapa waktu
kemudian ia terbangun dari tidurnya dan tersadar bahwa hari sudah cerah kalau
dalam bahasa jawanya disebut padang, jatimurka pun mengatakan bahwa “ Lo, aku
iki mau kate nyolong kok yo kepadangen, nek iki tak tutukno maling aku iso
kecekel, yowes deso iki tak jenengno LESPADANGAN, Les berasal dari kata
istirahat, dan Padangan berasal dari kata kepagian. Desa yang pertama kali ditempuh
oleh jatimurka akhirnya dinamakan Lespadangan.
Setelah niat untuk mencuri di desa
tersebut gagal ia melanjutkan usaha untuk mencuri di desa yang lain, ia terus
berjalan dan mencoba mencari desa yang dapat dicuri. Dahulu yang masih belum
ada jembatan, segala usaha apapun ia lakukan untuk melaksanakan niatannya, ia
berenang menyebrangi sungai dari arah selatan untuk menuju kearah timur,
setelah sampai perbatasan sungai dan masuk desa selanjutnya, jatimurka tersadar
bahwa ia menghabiskan waktu yang banyak karena ia datang sudah terlalu larut
malam. Jatimurka pun waktu itu mengatakan “Loalah lahkok wes kepetengen, nek
iki niatku tak terusno maling, aku iso kecekel wong-wong, yawis aku tak nang
deso liane ae, tak niati deso iki mene mene tak jenengno PETENGAN” dari
perkataan itu lah jatimurka berniatan untuk menamai desa tersebut dengan petengan,
petengan berarti larut malam.
Niatnya yang lagi-lagi tidak berhasil
membuatnya semakin berusaha untuk menjelajahi desa yang lain, ia pun
melanjutkan ke desa berikutnya, ia mencoba untuk melaksanakan niat yang sama
yaitu mencuri, ia lalu berjalan menuju kearah timur ke sebuah desa, sesampainya
disana ia menemukan halaman yang luas namun anehnya di halaman luas itu hanya
terdapat satu pohon besar saja. Jatimurka pun berniatan beristirahat sejenak di
pohon tersebut namun lagi lagi jatimurka ketiduran, di tengah ia sedang tidur
tiba-tiba buah jatuh dari pohon tersebut menimpa wajahnya, ia pun terbangun dan
berkata “Lo, wit sak mene gedene kok uwohe cilik, ndahnio iki mau wit e gede
uwohe gede, lak yo wes mati aku” Dari peristiwa yang dialami oleh jatimurka, ia
pun berharap bahwa peristiwa tersebut akan dijadikan nama desa itu, jatimurka
mengatakan “ Wes lak ngunu mene-mene deso iki tak jenenge KARANGLO”. Nama desa
karanglo diambil dari peristiwa sebuah halaman yang luas namun hanya terdapat
satu pohon besar dan pohon besar tersebut menghasilkan buah yang kecil,
sehingga saat itu ketika ia terbangun dan terkejut, seketika itu pula ia
mengatakan LO, dan dari kata KARANG dan LO itu lah, nama desa tersebut menjadi
Karanglo.
Selalu berniatan ingin mencuri, jatimurka
pun berjalan ke arah timur untuk melanjutkan perjalanannya, sebelum melakukan
niatnya untuk mencuri, ia melakukan persiapan terlebih dahulu di lokasi yang ia
tempati saat itu, ia mengatakan “sek aku tak ancang-ancang kate nang deso
liyane ae”. Ancang-ancang dalam bahasa Indonesia berarti melakukan persiapan.
Dari perkataan Jatimurka “ancang-ancang”, jadilah sebuah nama desa tersebut
yang dinamai desa BANCANG.
Jatimurka yang sejatinya ia adalah
seorang pengembara dan memiliki naluri seorang pencuri ia pun terus melanjutkan
perjalanannya ke arah timur, beberapa waktu kemudian sampailah ia disebuah
desa, sampai di desa tersebut ia mengalamai kelelahan dan menemukan sebuah batu
putih di desa tersebut, ia pun lalu beristirahat sejenak di atas batu putih
itu, tak lama kemudian ia pun kembali tertidur, sepanjang tidurnya ia pun
tiba-tiba bermimpi, dalam mimpinya ia didatangi seorang perempuan cantik yang
bernama Nyai Wandan Sari, Nyai Wandan Sari sendiri adalah seorang pembantu yang
dinikahi Prabu Brawijoyo secara diam-diam di Masa Kerajaan Majapahit. Nyai
Wandan Sari datang dalam mimpi Jatimurka dan mengatakan dalam bahasa jawa “Le
tak kandani, kelakuan mu seng olo iku ojo diterusno, iku ngunu gak apik gawe
awakmu le, lerenono, lerenono, lerenono. nek jek gak ngerti watesono
kelakuanmu”. Jatimurka pun seketika terbangun dari tidurnya, ia pun tersadar
bahwa dalam tidurnya ia bermimpi didatangi oleh seorang wanita yang menyuruhnya
untuk berhenti melakukan perbuatan jeleknya selama ini, ia pun tersadar dan
berfikir atas perilakunya selama ini, pada saat itu pula ia menamai desa itu
dengan nama Desa WATES.
Dari sinilah awal mula nama desa
wates muncul, untuk bagaimana kejelasannya penulis pun tidak tau lebih detail,
namun jika menurut narasumber narasumber yang telah diwawancari, desa wates ada
sebelum masa penjajahan belanda, besar kemungkinan desa wates sudah tercipta
sejak jaman majapahit. Karena sumber informasi saat ini sudah sangat sulit
untuk ditemukan dan tidak adanya bukti secara tertulis, asal-usul nama desa dan
bagaimana legendanya desa Wates sudah terlupakan dan hampir punah. Penulis
berfikir bahwa nama dari desa wates ada kemungkinan hasil dari lisan ke lisan,
mereka mempercayai dan menghormati hingga nama desa Wates pun dipakai sampai
saat ini.
- Karakteristik Desa Wates
Dari hasil wawancara terhadap bapak
Sulkan, penulis mendapatkan informasi bahwa karakteristik dari desa wates sejak
dahulu terkenal jelek, yaitu maling atau bahasa Indonesia nya adalah tempatnya
orang mencuri. Namun dengan perkembangan jaman, untuk saat ini sudah tidak ada
karakteristik yang sama seperti yang dikenal dulu. Desa wates adalah sebuah desa
sekaligus kelurahan yang bertempat di Kecamatan Magersari Kota Mojokerto,
mayoritas penduduk desa wates saat ini bermata pencaharian sebagai karyawan
swasta dan wiraswasta.
Kesimpulan :
Jika dilihat cerita dari narasumber asal
usul dari nama desa Wates ini terjadi berentetan dengan nama desa yang lain
yang berawal dari Jatimurka, Jatimurka sendiri adalah seorang pengembara yang
berniatan jelek yaitu mencuri, awal mula dari keniatan nya itulah ia mengembara
dari desa satu ke desa lainnya, diambil dari kisah pengalaman yang dialami oleh
Jatimurka, nama nama desa tersebut mulai tercipta dari perkataan jatimurka,
entah bagaimana penduduk mengambil kesepakatan menamai desa itu, mungkin dari
lisan ke lisan hingga saat ini penduduk meyakini dan menghormati, hingga akhirnya tercipta nama untuk desa
tersebut dipakai sampai saat ini.
tiyasdervi.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar