MAKALAH
Hoax di Era Milineal
Sebagai Tugas
Mata Kuliah Metode Penelitian Kualitatif Yang diampu oleh ;
Fatihatul Lailiyah, S.Sos., M. Med.Kom.
DISUSUN OLEH:
A. ARIF FAUZUL A (NIM: 5.16.03.05.0.061)
ANDRIYANI P (NIM: 5.16.03.05.1.062)
M. N RAMADHANI (NIM: 5.16.03.05.2.063)
BELLA PUSPA RAY (NIM: 5.16.03.05.2.065)
M. N RAMADHANI (NIM: 5.16.03.05.2.063)
BELLA PUSPA RAY (NIM: 5.16.03.05.2.065)
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM MAJAPAHIT
2018
KATA PENGANTAR
Segala puja dan syukur hanya bagi Allah yang Maha Pengasi lagi Maha Penyayang.Berkat limpahan karunia nikmatNya saya dapat menyelesaikan makalah yang bertema “Fenomena viral-sasi Berita” dengan lancar. Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Jurnalistik TV dan Radio yang di ampu oleh Ibu Fatihatul Lailiyah, S.Sos., M. Med.Kom.
Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan, arahan dan masukan dari berbagai pihak. Untuk itu saya ucapkan banyak terima kasih atas segala partisipasinya dalam menyelesaikan makalah ini.
Meski demikian, penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dan kekeliruan di dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa maupun isi.Sehingga penulis secara terbuka menerima segala kritik dan saran positif dari pembaca.
Demikian apa yang dapat saya sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk masyarakat umumnya, dan untuk saya sendiri khususnya.
Mojokerto, 21 November 2018
Penulis
Daftar Isi
Halaman Judul………………………………………………….
Kata Pengantar………………………………………………
Daftar Isi……………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………
1.2 Rumusan…………………………………………
1.3 Tujuan……………………………….…………
1.4 Manfaat…………………………………………..
BAB II Pembahasan
2.1 Apa yang dimaksud dengan Hoax?.....................................
2.2 Apa saja jenis-jenis Hoax ?................................................
2.3 Apa alasan seseorang menyebarkan Hoax?..................
2.4 Apa saja Dampak dari penyebaran Hoax ?..........................................................
2.5 Apakah ada ketentuan hukum tentang adanya Hoax ?.......................................
2.6 Bagaimana cara menimilalisir Hoax tidak merajalela dikalangan masyarakat?..........
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………
3.2 Saran…………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA……………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangDi era Milineal saat ini, Seluruh dunia termasuk Indonesia sendiri telah menghadapi permasalahan yang sama yaitu, gelombang hoax.Hoax merupakan berita bohong (penipuan) dalam menginformasikan sebuah informasi yang terbaru.Hoax muncul bertubi-tubi dalam berbagai konteks persebaran informasi, dari politik hingga kesehatan, dari urusan publik hingga privat seseorang.Keberadaan internet, sepaket dengan kebudayaan yang terbangun di dalam ruang publik baru membuat masyarakat sulit membedakan informasi faktual dan hoax.Jalan utama untuk mengantisipasi hoax adalah membangun kompetensi publik dalam menghadapi luapan banjir informasi.Upaya membangun kompetensi publik dilakukan melalui literasi media. Literasi media, tentu dapat dilakukan dengan berbagai cara. Untuk menghadapi generasi digital yang terbangun dengan teknologi digital di tangannya, tentu dibutuhkan strategi-strategi baru.Namun, tidak kalah penting diperlukan pertukaran informasi terkait hoax, diskusi-diskusi sehingga dapat terbangun komunitas yang memiliki ketahanan terhadap hoax.
Di Indonesia sendiri Hoax sudah umum di telinga masyarakat, sehingga sudah tidak asing lagi bagi kita mendengar kata hoax di era milenial ini.Hoax yang saat ini sering kita dengar melalui media sosial, seperti halnya dalam dunia politik. Semakin banyak hoax yang disebarkan dalam memasuki pemilihan umum presiden di tahun depan. Dari berbagai kubu politik pun pada setiap pasangan saling menerima informasi hoax yang beredar. Tercatat hingga saat ini 52 hoax yang tersebar tentang pilpres, dari pasangan Jokowi-Maruf diserang 36 hoax dan Prabowo-Sandi 16 hoax (berdasarkan pantauan Mafindo selama periode Juli-September 2018). Banyak sekali hoax yang tersebar dan dampaknya sangat banyak bagi kedua kubu.Dampak tersebut yakni dari isu politik untuk menimbulkan citra negatif,positif,mengesankan adanya dukungan, dan untuk mengintimidasi.
Karena persebaran hoax merupakan gerakan langkah paling tepat untuk memerangi adalah juga dengan bergerak.Sebelum kita menyebarkan berita yang baru saja di dapatkan melalui media sosial, akan lebih baik untuk mengecek kebenaran berita tersebut. Kalau pun belum ada klarifikasi tetap menunggu dan memilih tidak membagikan berita apapun.Hal tersebut merupakan sikap utama untuk tidak menjadi penyebar hoax.Sebagai generasi milineal yang serba berbau teknologi, tentu harus bijak dalam bersosial media. Semakin luasnya informasi yang disebarkan melalui sosial media, semakin luas juga penyebaran hoax yang terjadi. Untuk itu sebagai generasi milineal juga harus sebagai generasi perubahan untuk lebih berpikir kritis dalam menanggapi hoax.
Alasan Hoax ada, yakni berguna untuk memecah belah suatu bangsa, karena bangsa Indonesia saat ini tanpa disadari telah dijajah oleh sosial media yakni tentang hoax.Indonesia merupakan bangsa yang satu dan bersatu padu dalam segala perbedaan, oleh karena itu harus menyatu atau bersatu dalam melawan hoax.Agar generasi yang akandatang tidak semakin terpecah belah oleh hoax. Akan tetapi saat ini sudah ada UU ITE yang berisi tentang larangan menyebar berita bohong atau hoax, Hukum memang sudah adil dalam menanggapi Hoax. Hukuman untuk penyebar berita bohong atau hoax yakni 4 tahun penjara. Sudah tertera jelas di undang-undang tersebut, bahwa larangan penyebar hoax akan dikenakan sanksi hukuman penjara selama 4 tahun.
1.2 Rumusan
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Hoax?
1.2.2 Apa saja jenis-jenis Hoax ?
1.2.3 Apa alasan seseorang menyebarkan Hoax?
1.2.4 Apa saja Dampak dari penyebaran Hoax ?
1.2.5 Apakah ada ketentuan hokum tentang adanya Hoax ?
1.2.6 Bagaimanacara menimilalisir Hoax tidak merajalela dikalangan masyarakat?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Hoax
1.3.2 Untuk mengetahui jenis-jenis HOAX
1.3.3 Untuk mengetahui apa alasan seseorang menyebarkan Hoax
1.3.4 Untuk mengetahui apa saja dampak dari penyebaran Hoax
1.3.5 Untuk mengetahui apakah ada ketentuan hokum tentang adanya Hoax
1.3.6 Untuk mengetahui Bagaimana cara menimilalisir Hoax tidak merajalela dikalangan masyarakat
1.4 Manfaat
1.4.1 Agar pembaca mengetahui apa yang dimaksud dengan Hoax
1.4.2 Agar pembaca mengetahui jenis-jenis Hoax
1.4.3 Agar pembaca mengetahui apa alasan seseorang menyebarkan Hoax
1.4.4 Agar pembaca mengetahui apa saja dampak dari penyebaran Hoax
1.4.5 Agar pembaca mengetahui apakah ada ketentuan hokum tentang adanya Hoax
1.4.6 Agar pembaca mengetahui bagaimana cara menimilalisir Hoax tidak merajalela dikalangan masyarakat?
BAB II
Pembahasan
2.1 Apa yang dimaksud dengan HoaxPerkembangan teknologi di era digital saat ini memberikan akses kepada seseorang untuk mendapatkan informasi dengan sangat mudah. Hanya dengan menggunakan gawai,seseorang sudah dapat mengakses berbagai macam informasi. Mulai dari informasi tentang peristiwa yang sudah lampau maupun yang baru saja terjadi. Bahkan, seseorang pun dapat dengan mudah menyebarkan informasi dengan menggunakan gawai di tangannya. Akan tetapi, manfaat teknologi itu dapat menjadi masalah bila digunakan dengan cara yang tidak benar, yakni menyebarkan informasi yang salah atau tidak benar.
Sebab, ketika informasi yang salah tersebar luas maka dapat menyebabkan rasa tidak aman hingga menyebabkan perseteruan antara satu orang dengan orang lain atau satu golongan dengan golongan yang lain. Untuk itu, perlu kiranya dipupuk kesadaran untuk menggunakan teknologi berupa gawai secara cerdas dan bernas. Informasi yang salah itu terbagi menjadi beberapa jenis, yakni hoaks atau kabar bohong, disinformasi, dan misinformasi. Ketiga jenis informasi tersebut memiliki definisi masing-masing. Untuk memahaminya, perlu pahami terlebih dahulu pengertian dari jenis informasi yang salah itu.
Hoaks berasal dari kata ‘hocus.’ Dalam Cambridge Dictionary, kata ‘hocus’ memiliki arti ‘tipuan untuk menipu.’ Lalu, kata tersebut berkembang menjadi kata ‘hoax’ yang memiliki dua arti, yakni ‘upaya menipu sekelompok besar orang’ dan ‘sebuah tipuan.’ Dan, berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hoaks diartikan berita bohong.
Dari beberapa arti tersebut, dapat dikatakan bahwa hoaks merupakan informasi yang direkayasa untuk menutupi informasi sebenarnya. Dengan kata lain hoaks juga bisa diartikan sebagai upaya pemutarbalikan fakta menggunakan informasi yang meyakinkan tetapi tidak
dapat diverifikasi kebenarannya. Hoaks juga bisa diartikan sebagai tindakan mengaburkan
informasi yang sebenarnya, dengan cara membanjiri suatu media dengan pesan yang salah informasi yang direkayasa, baik dengan cara memutarbalikkan fakta ataupun mengaburkan informasi, sehingga pesan yang benar tidak dapat diterima oleh seseorang.
2.2 Jenis-jenis Hoax
Jenis-jenis Informasi Hoax
1. Fake news: Berita bohong: Berita yang berusaha menggantikan berita yang asli. Berita ini bertujuan untuk memalsukan atau memasukkan ketidakbenaran dalam suatu berita. Penulis berita bohong biasanya menambahkan hal-hal yang tidak benar dan teori persengkokolan, makin aneh, makin baik. Berita bohong bukanlah komentar humor terhadap suatu berita.
2. Clickbait: Tautan jebakan: Tautan yang diletakkan secara stategis di dalam suatu situs dengan tujuan untuk menarik orang masuk ke situs lainnya. Konten di dalam tautan ini sesuai fakta namun judulnya tautan ini sesuai fakta namun judulnya dibuat berlebihan atau dipasang gambar yang menarik untuk memancing pembaca.
3. Confirmation bias : Bias konfirmasi: Kecenderungan untuk menginterpretasikan kejadian yang baru terjadi sebaik bukti dari kepercayaan yang sudah ada.
4. Misinformation: Informasi yang salah atau tidak akurat, terutama yang ditujukan untuk menipu.
5. Satire: Sebuah tulisan yang menggunakan humor, ironi, hal yang dibesar-besarkan untuk mengkomentari kejadian yang sedang hangat. Berita satir dapat dijumpai di pertunjukan televisi seperti “Saturday Night Live” dan “This Hour has 22 Minutes”.
6. Post-truth: Pasca-kebenaran: Kejadian di mana emosi lebih berperan daripada fakta untuk membentuk opini publik.
7. Propaganda: Aktifitas menyebar luaskan informasi, fakta, argumen, gosip, setengah-kebenaran, atau bahkan kebohongan untuk mempengaruhi opini publik.
2. 3 Apa alasan seseorang menyebarkan Hoax
Seseorang yang menyebarkan hoaks dan disinformasi, baik melalui akun media sosialnya maupun media pesan, biasanya memiliki alasan-alasan tertentu. Berikut beberapa alasan yang kerap menjadi dasar seseorang menyebarkan hoaks :
• Hanya Membaca Judul
Seorang penyebar hoaks sering beralasan melakukan penyebaran karena hanya membaca judulnya saja sehingga ia tidak tahu isinya. Alasan ini kerap dilontarkan seseorang saat diberitahu bahwa informasi yang disebarkannya merupakan hoaks atau disinformasi.
• Ingin Menjadi yang Pertama Membagikan
Ketika seseorang membagikan informasi pertama kali kepada orang lain membuat dirinya seolah-olah memiliki jasa besar. Harapan sebagai pembagi pertama ialah orang lain akan merujuk dirinya dan menjadikannya lebih lebih dikenal sehingga menjadi pusat perhatian. Namun, karena alasan inilah yang akhirnya membuat seseorang tak melakukan pengecekkan ulang kepada informasi yang ia dapat dan langsung saja membagikannya. Padahal, informasi itu belum tentu benar dan sesuai dengan fakta yang ada.
Ingin Membantu atau Menyelamatkan Orang Lain
Ada kalanya, seseorang menyebarkan hoaks untuk membantu atau menyelamatkan orang lain. Biasanya, hoaks yang disebarkan dengan alasan ini mengangkat isu kesehatan, kesehatan, dan bencana alam. Orang yang membagikan hoaks dan disinformasi dengan alasan ini biasanya melakukannya secara tak disengaja atau tidak mengetahui bahwa informasi yang dibagikannya salah.
Emosional
Seseorang terkadang menyebarkan hoaks dengan alasan emosional. Artinya, saat ia menyebarkannya, ia telah terpancing emosinya oleh informasi yang salah tanpa memeriksa kebenaranya. Biasanya, orang-orang yang terpancing emosinya terkena hoaks dan disinformasi dengan isu SARA (Suku, Agama,Ras, dan Antargolongan) dan politik.
• Ekonomi
Alasan ekonomi biasanya menjadi landasan seorang pembuat hoaks profesional. Artinya, membuat dan menyebarkan hoaks dan disinformasi menjadi bisnis yang kemudian digunakan oleh oknum tertentu untuk mencapai tujuannya. Adapun, isu-isu hoaks dan yang dipabrikasi ialah isu SARA, politik, ekonomi, kesehatan, dan lain sebagainya.
Itulah beberapa alasan seseorang menyebarkan hoaks. Pada dasarnya, ketika seseorang menyebarkan hoaks ataupun disinformasi ada yang dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja. Oleh sebab itu, sedapat mungkin ketika mendapatkan informasi harus melakukan cross check terlebih dahulu.
2.4 Apa saja Dampak dari penyebaran Hoax
Pada saat ini, hoax sarat dengan muatan politis. Dan memang untuk kepentingan politik itulah orang sengaja menciptakan hoax. Tujuannya jelas untuk ‘menghantam’ lawan politiknya. Hal ini tentunya bukan cara yang tepat dan boleh dikatakan tidak etis. Dampak yang diakibatkan oleh hoax ada dua sisi.
Dampak pada individu, atau orang yang menyebarkan hoax, kredibilitasnya turun dan bisa membuat orang lain tidak memercayainya lagi. Si pelaku juga terancam pasal 28 ayat 1 UU ITE, karena telah dengan sengaja menyebarkan berita bohong dan menyesatkan. Hukumannya pidana maksimal 6 tahun atau denda maksimal 1 miliar rupiah. Sedangkan dampaknya pada masyarakat bisa memicu perselisihan, keributan serta ketidaktenangan di masyarakat. Bahkan lebihparah lagi, jika menyangkut politik dan SARA, bisa memecah belah persatuan bangsa.
Hoax dapat kita kenali dari beberapa hal yang melekat padanya, yaitu:
Sumber beritanya berasal dari pihak yang tidak dapat dipercaya. Tidak ada tautan ke sumber resmi. Berita tersebut dari situs yang tidak jelas siapa penanggungawabnya, apakah perorangan, lembaga, atau lainnya. Atau dari situs yang tidak dapat dipastikan apakah memiliki kredibilitas/reputasi berita yang cukup baik.
Gambar, foto atau video yang dipakai merupakan rekayasa, atau bahkan tidak nyambung dengan beritanya. Misalnya, hasil editing dari sumber asli yang dibuat asal saja.
Menggunakan kalimat yang provokatif, sehingga mudah memengaruhi pembacanya.
Mengandung unsur politis dan SARA.
Jika kita menemukan berita dengan ciri-ciri tersebut, sebaiknya kita waspada. Selain itu sebaiknya kita pun mengembangkan sikap-sikap berikut:
Jangan mudah percaya pemberitaan dari Internet. Sebagai mahasiswa tentunya perlu untuk mengasah cara berpikir yang kritis. Terapkan itu saat menerima berita yang beredar di internet. Cek apakah ada sumber aslinya dan adakah tautan ke sumber resmi yang berhak menyebarluaskan berita tersebut. Misalnya beberapa tahun yang lalu pernah tersebar kabar tentang orang yang meninggal akibat flu burung. Lalu diberitakan betapa ganasnya virus tersebut dan sangat cepat meluas penyebarannya. Masyarakat jadi ketakutan. Semua yang dianggap unggas langsung dibasmi. Padahal sebaiknya cek dulu kebenaran berita itu dari sumber-sumber resmi misalnya dari Kementerian Kesehatan.
Jangan hanya percaya pada satu sumber. Ketika kita menemukan berita penting, yang menurut kita layak disebarluaskan, tahan dulu keinginan untuk itu. Kembali lakukan pengecekan ke sumber-sumber yang lain yang dapat dipercaya, apakah memang benar begitu adanya. Biasakan untuk melakukan cross-check sebelum kita respon atau disebarkan.
Tetap berkepala dingin dan berpikir jernih. Meskipun kita memiliki kecenderungan berpihak pada salah satu haluan politik tertentu, misalnya, tetaplah cool dan jangan mudah terhasut. Hampir semua hoax yang bermuatan politik, menggunakan bahasa yang provokatif. Jangankan berita hoax, bahkan kalau pun itu sebuah kebenaran, tetaplah untuk berkepala dingin dan berpikir jernih. Kesatuan dan persatuan bersama lebih penting dari sekedar memenangkan opini atau pendapat atau pandangan pribadi.
Selain hoax kita juga mengenal istilah misinformasi, yaitu orang yang memberi/menerima keterangan yang salah. Misinformasi berbeda dengan hoax. Kalau hoax sengaja disebarluaskan dan pembuatnya menyadari sepenuhnya bahwa berita tersebut palsu, sedangkan misinformasi – keterangan yang salah – adalah sebuah keterangan/berita dikeluarkan tanpa mengecek lebih dulu keakuratan datanya. Si penyebar berita ini tidak mengetahui/lalai bahwa keterangan yang diberikannya tidak benar. Jadi dapat dikatakan bahwa tanpa faktor kesengajaan, dia menyebarkan berita yang salah.
Penyebaran hoax yang masif kemungkinan disebabkan oleh adanya ‘penyakit’ yang diderita masyarakat di era seperti sekarang, yaitu FoMO, Fear of Missing Out. Takut akan ketinggalan akan suatu hal, yang dalam hal ini tren berita, sehingga mendorong orang merespon cepat kabar yang ia terima begitu saja.
Selain dampak di atas ada juga Dampak Penyebaran Hoaks Kepada Masyarakat lainya diantaranya :
Tersebarnya hoaks di tengah masyarakat menyebabkan beberapa hal negatif. Berikut dampak tersebarnya hoaks kepada masyarakat :
Membuat Rasa Tidak Aman
Ketika informasi salah tersebar di masyarakat, tentunya akan menyebabkan rasa tidak aman dan
nyaman. Sebab, hoaks mengaburkan kondisi sebenarnya dari suatu peristiwa.
Melahirkan Kebencian
Hoaks dapat menjadi peranti penyebar kebencian. Melalui informasi yang dipalsukan, seseorang bisa membenci orang lain tanpa alasan yang logis.
Retaknya Persatuan dan Kesatuan
Hoaks merupakan ancaman persatuan dan kesatuan bangsa. Sebab, beredarnya hoaks dapat memicu pertengkaran antar individu maupun kelompok. Pertengkaran itu dapat mengakibatkan pecahnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Memicu Kekacauan dan Kekerasan
Informasi yang salah dapat memancing seseorang untuk melakukan kekerasan sehingga menghasilkan kekacauan dalam masyarakat. Terutama, ketika informasi hoaks tersebut menyerang tokoh-tokoh berpengaruh di masyarakat.
Menghilangkan Nalar
Seringnya mengkonsumsi hoaks sebagai sumber informasi utama dapat membuat seseorang tidak dapat berpikir kritis dan tak dapat menggunakan nalarnya untuk mengklasifikasi fakta.
Itulah beberapa dampak yang cukup berbahaya dengan tersebarnya hoaks. Selain kelima dampak tersebut, masih banyak dampak negatif lainnya dari tersebarnya hoaks dan disinformasi. Untuk itu, hoaks harus dilawan! Jangan sampai menyebar hingga lahir sebuah kebenaran semu yang mengaburkan fakta sebenarnya.
2.5 Apakah ada ketentuan hukum tentang adanya Hoax
Pada saat ini, hoax sarat dengan muatan politis. Dan memang untuk kepentingan politik itulah orang sengaja menciptakan hoax. Tujuannya jelas untuk ‘menghantam’ lawan politiknya. Hal ini tentunya bukan cara yang tepat dan boleh dikatakan tidak etis. Dampak yang diakibatkan oleh hoax ada dua sisi.
Dampak pada individu, atau orang yang menyebarkan hoax, kredibilitasnya turun dan bisa membuat orang lain tidak memercayainya lagi. Si pelaku juga terancam pasal 28 ayat 1 UU ITE, karena telah dengan sengaja menyebarkan berita bohong dan menyesatkan. Hukumannya pidana maksimal 6 tahun atau denda maksimal 1 miliar rupiah. Sedangkan dampaknya pada masyarakat bisa memicu perselisihan, keributan serta ketidaktenangan di masyarakat. Bahkan lebihparah lagi, jika menyangkut politik dan SARA, bisa memecah belah persatuan bangsa.
Hoax dapat kita kenali dari beberapa hal yang melekat padanya, yaitu:
Sumber beritanya berasal dari pihak yang tidak dapat dipercaya. Tidak ada tautan ke sumber resmi. Berita tersebut dari situs yang tidak jelas siapa penanggungawabnya, apakah perorangan, lembaga, atau lainnya. Atau dari situs yang tidak dapat dipastikan apakah memiliki kredibilitas/reputasi berita yang cukup baik.
Gambar, foto atau video yang dipakai merupakan rekayasa, atau bahkan tidak nyambung dengan beritanya. Misalnya, hasil editing dari sumber asli yang dibuat asal saja.
Menggunakan kalimat yang provokatif, sehingga mudah memengaruhi pembacanya.
Mengandung unsur politis dan SARA.
Jika kita menemukan berita dengan ciri-ciri tersebut, sebaiknya kita waspada. Selain itu sebaiknya kita pun mengembangkan sikap-sikap berikut:
Jangan mudah percaya pemberitaan dari Internet. Sebagai mahasiswa tentunya perlu untuk mengasah cara berpikir yang kritis. Terapkan itu saat menerima berita yang beredar di internet. Cek apakah ada sumber aslinya dan adakah tautan ke sumber resmi yang berhak menyebarluaskan berita tersebut. Misalnya beberapa tahun yang lalu pernah tersebar kabar tentang orang yang meninggal akibat flu burung. Lalu diberitakan betapa ganasnya virus tersebut dan sangat cepat meluas penyebarannya. Masyarakat jadi ketakutan. Semua yang dianggap unggas langsung dibasmi. Padahal sebaiknya cek dulu kebenaran berita itu dari sumber-sumber resmi misalnya dari Kementerian Kesehatan.
Jangan hanya percaya pada satu sumber. Ketika kita menemukan berita penting, yang menurut kita layak disebarluaskan, tahan dulu keinginan untuk itu. Kembali lakukan pengecekan ke sumber-sumber yang lain yang dapat dipercaya, apakah memang benar begitu adanya. Biasakan untuk melakukan cross-check sebelum kita respon atau disebarkan.
Tetap berkepala dingin dan berpikir jernih. Meskipun kita memiliki kecenderungan berpihak pada salah satu haluan politik tertentu, misalnya, tetaplah cool dan jangan mudah terhasut. Hampir semua hoax yang bermuatan politik, menggunakan bahasa yang provokatif. Jangankan berita hoax, bahkan kalau pun itu sebuah kebenaran, tetaplah untuk berkepala dingin dan berpikir jernih. Kesatuan dan persatuan bersama lebih penting dari sekedar memenangkan opini atau pendapat atau pandangan pribadi.
Selain hoax kita juga mengenal istilah misinformasi, yaitu orang yang memberi/menerima keterangan yang salah. Misinformasi berbeda dengan hoax. Kalau hoax sengaja disebarluaskan dan pembuatnya menyadari sepenuhnya bahwa berita tersebut palsu, sedangkan misinformasi – keterangan yang salah – adalah sebuah keterangan/berita dikeluarkan tanpa mengecek lebih dulu keakuratan datanya. Si penyebar berita ini tidak mengetahui/lalai bahwa keterangan yang diberikannya tidak benar. Jadi dapat dikatakan bahwa tanpa faktor kesengajaan, dia menyebarkan berita yang salah.
Penyebaran hoax yang masif kemungkinan disebabkan oleh adanya ‘penyakit’ yang diderita masyarakat di era seperti sekarang, yaitu FoMO, Fear of Missing Out. Takut akan ketinggalan akan suatu hal, yang dalam hal ini tren berita, sehingga mendorong orang merespon cepat kabar yang ia terima begitu saja.
Ketentuan Hukum Mengenai Hoaks dan Disinformasi
Ada beberapa ketentuan hukum yang akan dikenakan kepada seorang penyebar hoaks dan disinformasi. Berikut, beberapa ketentuan hukum mengenai hoaks di Indonesia:
Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Pasal 14 Ayat 1 dan 2 yang berbunyi:
(1) Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya
Sepuluh tahun.
(2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat
menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Pasal 15 yang
berbunyi:
Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak
lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya dua tahun.
2.6 Bagaimana cara menimilalisir Hoax tidak merajalela dikalangan masyarakat
Memberikan pengertian tentang hoax terhadap masyarakat dengan tujuan masyarakat tau dan dapat memahami akan adanya hoax atau berita tidak benar. Serta masyarakat setelah pahamakan adanya berita yang tidak benar dapat menyaring dengan sediri .
Mengenalkan hoax di masyarakat
Untuk mengenali hoax, masyarakat perlu terus diedukasi untuk bisa mengidentifikasi secara sadar perihal berita sesat alias "hoax" yang kini masih tersebar luas di dunia maya dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Berasal dari situs yang tidak dapat dipercayai.
a) Belum memiliki tim redaksi (jika itu situs berita).
b) Keterangan tentang siapa penulisnya tidak jelas (Halaman ABOUT - Untuk situs Blog) c) Tidak memiliki keterangan siapa pemiliknya.
d) Nomor telepon dan email pemilik tidak tidak tercantum. Sekalipun ada tapi tidak bisa dihubungi.
e) Domain tidak jelas
2. Tidak ada tanggal kejadiannya.
3. Tempat kejadiannya tidak jelas.
4. Menekankan pada isu SARA/ syarat dengan isu SARA yang berlebihan.
5. Kebanyakan kontennya aneh dan dengan lugas juga tegas menyudutkan pihak tertentu. Saat anda memeriksa tulisan yang lainnya juga demikian: tidak bermutu dan merendahkan pihak tertentu secara berlebihan (lebay).
6. Beritanya tidak berimbang. Menyampaikan fakta dan pertimbangan yang berat sebelah
7. Alur cerita dan kontennya tidak logis, langka dan aneh.
8. Bahasa dan tata kalimat yang digunakan agak rancu dan tidak berhubungan satu sama lain.
9. Menggunakan bahasa yang sangat emosional dan provokatif.
10. Menyarankan anda untuk mengklik, mengshare dan melike tulisannya dengan nada yang lebay. Misalnya:
a) Jika anda seorang muslim klik....
b) Share tulisan ini agar keluarga anda tidak menjadi korbannya....
d) Rugi kalau tidak diklik....
e) Kesempatan anda satu-satunya disini....
f) dan lain sebagainya.
11. Penyebarannya (sharing) dilakukan oleh akun media sosial kloningan/ ghost/ palsu. Biasanya ciri-cirnya adalah sebagai berikut.
a) foto profil cewek cantik.
b) penampilan seksi dan vulgar.
c) dilihat dari dindingnya, statusnya langka dan baru dibuat belakangan ini (bukan id tua/ bukan id asli).
Dengan masyarakat paham akan adanya berita tidak bnar atau hoax masyarakat dapat menyaring berita dengan baik dan dengan adanya pemahaman untuk masyarakat dapt juga membantu untuk mencegah merajalelanya hoax dalam masyarakat.
Seperti yang sudah dibahas pada bab sebelumnya, hoaks memiliki dampak negatif yang cukup besar kepada masyarakat. Untuk itu, perlu perlawanan secara konsisten agar hoaks itu tidak dikonsumsi oleh masyarakat dan menjadi kebenaran semu yang dipercaya secara berjamaah. Ada beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk melawan hoaks. Strategi itu antara lain melakukan inisiatif cek fakta atau fact checking, bergabung bersama forum anti hoaks di media sosial, dan ikut serta dalam kegiatan-kegiatan anti hoaks yang digalangkan oleh salah satunya yakni MAFINDO.
Inisiatif Cek Fakta
Melakukan inisiatif cek fakta atau fact checking pada dasarnya adalah langkah utama untuk melawan persebaran hoaks. Melakukannya bukanlah perkara sulit. Cukup membiasakan diri untuk mengkritisi suatu informasi yang diterima dan mencari informasi pembandingnya agar dapat diketahui fakta sebenarnya.
Selain itu, dengan melakukan inisiatif cek fakta, secara tak langsung dapat melatih diri untuk secara otomatis mengeliminasi informasi dari sumber yang tidak jelas. Terbiasa melakukannya maka sama halnya menyuntikkan diri dengan vaksin anti hoaks.
Ada beberapa sumber yang bisa diacu untuk mengecek kebenaran suatu informasi. Sumber pertama ialah http://turnbackhoax.id/. Di laman database cek fakta besutan Tim Komite Cek Fakta MAFINDO itu berisikan ulasan-ulasan dan hasil cek fakta dari berbagai informasi yang tersebar di berbagai media sosial. Sumber kedua yang bisa diakses untuk mengecek suatu informasi ialah http://cekfakta.com/. Laman daring hasil kolaborasi MAFINDO dengan 22 media daring yang tergabung dalam Aliansi Media Siber Indonesia (AMSI) itu terdapat pembahasan-pembahasan hoaks yang pernah dan telah tersebar di masyarakat. Dan, sumber ketiga yang bisa digunakan ialah aplikasi Hoax Buster Tools (HBT). Aplikasi itu akan membantu siapapun yang menggunakannya untuk mengecek fakta dari suatu informasi. Sebab, aplikasi itu tersambung dengan database cek fakta yang sudah dibuat oleh MAFINDO.
Bergabung Dengan Forum Anti Hoaks
Di beberapa platform media sosial sebenarnya sudah ada beberapa forum-forum yang kerap membahas dan membongkar hoaks. Forum-forum itu cukup rajin mengedukasi warganet agar dapat memilah dan mengkritisi suatu informasi sebelum mempercayai isi kontennya. Setidaknya, ada empat forum anti hoaks cukup rajin dan rutin membahas serta membongkar hoaks. Berikut beberapa forum tersebut:
1. Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH)
Grup ini beralamat di https://www.facebook.com/groups/fafhh/. Grup FAFHH bersifat crowdsourcing. Artinya, member bisa membuat topik klarifikasi/bantahan terhadap hoaks/fitnah/hasut yang beredar, atau member bisa mencari klarifikasi tentang sebuah berita yang diragukan, dan member lain yang akan mencarikan jawabannya.
Di grup ini, admin hanya bertugas untuk mengatur supaya diskusi berjalan lancar, tidak ada yang
saling serang ad hominem. Ada kalanya admin turut berkontribusi mencarikan jawaban. Grup ini telah berdiri sejak September 2015. Kini (perbulan September 2018), grup FAFHH sudah memiliki 58.508 member.
2. Indonesian Hoax Buster
Indonesia Hoax Buster (IHB) memiliki dua laman, yakni laman grup dan fanpage. Kedua lamannya amat aktif dalam melakukan pembongkaran hoaks dan fitnah yang menyebar di masyarakat melalui media sosial. Grupnya memiliki 4.793 member sedangkan fanpage-nya sudah memiliki follower sebanyak 10.473 warganet. Berikut laman grup dan fanpage IHB:
3. Indonesian Hoaxes
Grup dan fanpage Indonesian Hoaxes dikelola oleh beberapa relawan media sosial yang berkala
membuat postingan yang berisi artikel yang membantah fitnah dan hoaks yang beredar di masyarakat. Saat ini ada sekitar 55.156 anggota grup dan 214.527 mengikuti fanpage Indonesian
Hoaxes. Berikut alamat grup dan fanpage Indonesian Hoaxes:
Grup:
https://www.facebook.com/groups/IndonesianHoaxesCommunity/
Fanpage:
https://www.facebook.com/TurnBackHoax/?ref=br_rs
4. Sekoci
Sekoci merupakan komunitas anti hoaks yang cukup rutin berdiskusi membahas hoaks dan membuat publikasi bantahannya. Komunitas inimemiliki tiga laman yang digunakan untuk dialogdengan warganet untuk membahas hoaks dan ruang lingkupnya, yakni grup, Fanpage, danlaman daring. Kini, grupnya sudah memiliki 6.784 anggota dan Fanpage-nya memiliki 13.559 pengikut. Berikut alamat grup, Fanpage, danlaman daring Sekoci:
Grup: https://www.facebook.com/groups/icokes/
Fanpage:https://www.facebook.com/sekoci.indo/
Laman Daring: https://www.hoaxes.id/
BAB III
PENUTUP
3.1 KesimpulanHoaks berasal dari kata ‘hocus.’ Dalam Cambridge Dictionary, kata ‘hocus’ memiliki arti ‘tipuan untuk menipu.’ Lalu, kata tersebut berkembang menjadi kata ‘hoax’ yang memiliki dua arti, yakni ‘upaya menipu sekelompok besar orang’ dan ‘sebuah tipuan.’ Dan, berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hoaks diartikan berita bohong. Dari beberapa arti tersebut, dapat dikatakan bahwa hoaks merupakan informasi yang direkayasa untuk menutupi informasi sebenarnya. Dengan kata lain hoaks juga bisa diartikan sebagai upaya pemutarbalikan fakta menggunakan informasi yang meyakinkan tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya.
Jenis-jenis Informasi Hoax yakni 1). Fake news: Berita bohong 2). Clickbait: Tautan jebakan 3). Confirmation bias : Bias konfirmasi 4). Misinformation: Informasi yang salah atau tidak akurat, terutama yang ditujukan untuk menipu.5). Satire: Sebuah tulisan yang menggunakan humor, ironi, hal yang dibesar-besarkan 6). Post-truth: Pasca-kebenaran 7). Propaganda: Aktifitas menyebar luaskan informasi, fakta, argumen, gosip, setengah-kebenaran, atau bahkan kebohongan untuk mempengaruhi opini publik.
Seseorang yang menyebarkan hoaks baik melalui akun media sosialnya maupun media pesan, biasanya memiliki alasan-alasan tertentu. Berikut beberapa alasan yang kerap menjadi dasar seseorang menyebarkan hoaks 1) Hanya Membaca Judu seorang penyebar hoaks sering beralasan melakukan penyebaran karena hanya membaca judulnya saja sehingga ia tidak tahu isinya. 2)Ingin Menjadi yang Pertama Membagikan, Ketika seseorang membagikan informasi pertama kali kepada orang lain membuat dirinya seolah-olah memiliki jasa besar. 3) Ingin Membantu atau Menyelamatkan Orang Lain. Ada kalanya, seseorang menyebarkan hoaks untuk membantu atau menyelamatkan orang lain. 4)Emosional Seseorang terkadang menyebarkan hoaks dengan alasan emosional. 5) Ekonomi, Alasan ekonomi biasanya menjadi landasan seorang pembuat hoaks profesional.
Dampak Penyebaran Hoaks Kepada Masyarakat, tersebarnya hoaks di tengah masyarakat menyebabkan beberapa hal negatif. Berikut dampak tersebarnya hoaks kepada masyarakat 1) Membuat Rasa Tidak Aman,2) Melahirkan Kebencian, 3)Retaknya Persatuan dan Kesatuan, 4)Memicu Kekacauan dan Kekerasan, 5)Menghilangkan Nalar.
Ada beberapa ketentuan hukum yang akan dikenakan kepada seorang penyebar. Berikut, beberapa ketentuan hukum mengenai hoaks di Indonesia. Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Pasal 14 Ayat 1 dan 2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Pasal 15 yang berbunyi: Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak
lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya dua tahun.
3.2 Saran
1. ketika kita mendengar berita hoax, jangan ceroboh dan tergesa-gesah menyebarkan berita tersebut belum tentu berita tersebut benar. Mencari tahu kebenaran adalah yang paling penting saat pertama kali menerima berita.
2. Bijaklah dalam bersosial media, ingat jarimu harimaumu. Jadi apabila kita mudah terpecaya hasutan bohong, maka akan mudah bagi mereka yang ingin memecah belah persatuan bangsa.
3. Berfikir kritislah dalam mengani berita yang baru masuk dan menjadi viral di sosial media, sehingga tidak mudah termakan berita bohong.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jurnal- Tool%20Kit%20Penanganan%20Hoaks%20dan%20Disinformasi-1.pdf, (22-11-2018)2.Sumber: Fake News, misinformation and propaganda. Retrieved March 2017 ,30, from http://guides.library.harvard.edu/fake Arianti, Tiara. Penyebaran Berita Hoax melalui Internet. Retrieved from http://www.slideshare.net/Tiara_03/ppt-penyebaran-berita-hoax-melaluiinternet Hancock, P. A. (2015). Hoax springs eternal: the psychology of cognitive deception. New York, NY: Cambridge University Press
3.Sumber: Fake News, misinformation and propaganda. Retrieved March 2017 ,30, from http://guides.library.harvard.edu/fake Arianti, Tiara. Penyebaran Berita Hoax melalui Internet. Retrieved from http://www.slideshare.net/Tiara_03/ppt-penyebaran-berita-hoax-melaluiinternet Hancock, P. A. (2015). Hoax springs eternal: the psychology of cognitive deception. New York, NY: Cambridge University Press
4.file:///C:/Users/User/Downloads/ANALISIS%20PENYEBARAN%20BERITA%20HOAX%20%20DI%20INDONESIA%20(4).pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar